Jumat, 28 Mei 2010

Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) oleh Albert Bandura

LATAR BELAKANG MUNCULNYA TEORI
Awalnya, pada tahun 1930-an, teori belajar sosial lahir di Yale Institute of Human Relations dibawah arahan dari Mark May dengan kepemimpinan dari Hull. Mereka berusaha memberikan keterangan-keterangan belajar untuk aspek-aspek utama dari kepribadian dan perkembangan sosial yang dibahas oleh Freud, misalnya ketergantungan, agresi, identifikasi, pembentukan kesadaran, dan mekanisme-mekanisme pertahanan.

Di tahun 1941, dua orang psikolog, Neil Miller dan John Dollard, mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard dinamakan "social learning " - pembelajaran sosial. Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.

Pada tahun 1953, Bandura bergabung dengan staf pengajar di Universitas Standford. Ketika Bandura tiba di kampus, Sears sedang menyelidiki familial antecedents tentang perilaku sosial dan belajar identificatory learning, yang juga terfokus padas hubungan-hubungan tak-agresif dengan frustrasi. Dipengaruhi oleh karya Sears, Bandura memulai studi-studi lapangan tentang belajar sosial dan agresi bekerjasama dengan Richard Walters.

Albert Bandura dan Richard Walters, mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyatakan bahwa kita tetap belajar banyak perilaku melalui peniruan, meskipun tidak ada penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" - pembelajaran melalui pengamatan.

Bandura dan Walters mendapati bahwa anak-anak remaja yang hyper-aggressive seringkali mempunyai orangtua yang meneladankan sikap-sikap bermusuhan. Walaupun para orangtua tak akan mentolerir agresi di rumah, namun mereka menuntut bahwa putera-putera mereka itu keras, bila perlu menyelesaikan perselisihan-perselisihan dengan teman-teman sebaya secara fisik, dan mereka memihak putera-putera mereka melawan sekolah.

Anak-anak muda tersebut meneladankan sikap-sikap bermusuhan yang agresif dari para orangtua mereka. Bagi anak-anak remaja yang agresif ini, pengaruh vicarious dari melihat suatu model yang mengukur hukuman itu lebih berat pada efek menindas menerima hukuman langsung atas perbuatan-perbuatan yang agresif. Temuan-temuan ini bertentangan dengan asumsi Freudian-Hullian bahwa hukuman orangtua langsung akan secara internal menghambat ekspresi akan tentang dorongan-dorongan yang agresif, dan mereka menyebabkan timbulnya buku pertama dari Bandura, ”Adolescent Aggression” (1959) dan mendatangkan sebuah buku berikutnya beberapa tahun kemudian, ”Aggression: A Social Learning Analysis” (1973). Hasil-hasil dari karya ini menuntun Bandura untuk mengadakan suatu program riset bersama dengan Dorrie dan Sheila Ross mengenai social modeling yang melibatkan inflated plastic Bobo doll yang sekarang ini tersohor.

Pada waktu itu secara luas diyakini, sesuai dengan teori Freudian tentang katarsis, bahwa kekejaman atau kekerasan yang termodelkan akan menguras dorongan-dorongan agresif dari para pengamat dan mereduksi perilaku tersebut. Anak-anak dalam studi-studi ini terekspos terhadap model-model sosial yang memperlihatkan perilaku-perilaku novel violent atau nonviolent kearah boneka yang memantul ini. Hasil-hasil ini menyingkapkan terjadinya belajar observasional dengan tidak adanya penguatan terhadap para pengamat.

Bandura dan rekan-rekannya juga memperlihatkan bahkan kanak-kanak dapat belajar pola-pola baru perilaku secara vicarious (seolah-olah mengalami sendiri) tanpa benar-benar melaksanakannya atau menerima ganjaran-ganjaran. Hasil-hasil tersebut bertentangan dengan keterangan bersyarat dari Miller and Dollard tentang modeling dan imitasi, dan menyebabkan Bandura untuk membedakan antara efek-efek kognitif dari modeling terhadap akuisisi atau perolehan dan efek-efek motivasional dari ganjaran-ganjaran terhadap kinerja imitatif.

Riset ini diringkaskan dalam buku kedua yang diterbitkan pada tahun 1963 yang berjudul ”Social Learning and Personality Development” dan menuntun Bandura dan Walters untuk menarik kesimpulan bahwa modeling merupakan suatu proses yang kuat yang dapat menerangkan berbagai macam bentuk belajar. Mereka berusaha mencari keterangan-keterangan bebas tentang belajar sosial dari ketergantungan teoritis pada anggapan-anggapan Freudian tentang peranan identifikasi dan katarsis serta dari anggapan-anggapan Hullian dan Skinnerian tentang kebutuhan akan penguatan langsung.
Pada umumnya, program awal Bandura tentang riset di Stanford terpusat pada peranan menonjol dari model sosial dalam hal motivasi manusia, pemikiran, dan tindakan. Hingga waktu itu, para pakar psikologi telah memusatkan perhatian hampir secara eksklusif pada belajar melalui konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan seseorang. Bandura memperlihatkan bahwa proses yang membosankan dan berbahaya dari belajar coba-coba (trial and error) dapat menjadi cara pintas untuk social modeling tentang (ilmu) pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang diperlihatkan oleh banyak sekali anekaragam model-model.

Pada tahun 1960-an, Bandura juga meluncurkan suatu program riset mengenai perkembangan kemampuan-kemampuan mengatur-diri pada anak-anak. Pada tahun 1977, Bandura menerbitkan buku ”Social Learning Theory”, sebuah buku yang secara dramatis merubah arah yang akan diambil oleh psikologi pada tahun 1980-an. Pertumbuhan yang luarbiasa dari kepentingan dalam belajar sosial dan psychological modeling menerima banyak analisis teoritis dari Bandura tentang fenomena penting ini.



SUBSTANSI TEORI
Teori belajar sosial atau yang disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Teori belajar sosial dari Bandura merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif. Bandura memandang perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Belajar adalah proses perubahan perilaku yang dibentuk melalui umpan balik informatif yang dihasilkan oleh perilaku langsung individu dalam interaksinya dengan lingkungannya (Drs. Pawit M. Yusup M. S., 2001). Proses perubahan dengan pola belajar sosial ini banyak kaitannya dengan besarnya kondisi lingkungan sekitar yang memengaruhi individu. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui pengamatan (observation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan (A. Bandura, 1986).

Asumsi dasar dari teori ini adalah (A. Bandura, 1963):
- Manusia memiliki fleksibilitas untuk belajar berbagai tingkah laku dalam situasi yang berbeda.
- Triadic reciprocal causation ; individu itu sendiri (P: person), lingkungan (E: environment), serta perilaku si inidividu tersebut (B: behavior).
- Agentic perspectives ; manusia dapat mengontrol lingkungan dan kualitas kehidupan mereka. Manusia menciptakan sistem sosial dan produk dari sistem sosial
- Self-regulation ; manusia meregulasi tindakan mereka melalui faktor-faktor internal dan eksternal
- Moral agency ; manusia mengatur tingkah laku mereka melalui nilai moral

Media massa memainkan peranan penting dalam teori belajar sosial. Pembelajaran sosial terutama efektif dengan media massa, seperti televisi, dimana audiens mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang berlainan. Media massa dapat meneruskan pola-pola perilaku dan pola pikir baru secara serentak kepada kelompok-kelompok besar orang. Teori belajar sosial mempertimbangkan media tersebut sebagai agen-agen sosialisasi primer seperti keluarga, teman-teman sebaya, dan guru-guru kelas. Banyak dari dampak media massa mungkin terjadi melalui proses pembelajaran sosial, seperti orang belajar bagaimana berpakaian dengan mode terbaru atau ballerina yang dapat mempelajari gerakan-gerakan tertentu.


Self Efficacy
Persepsi seseorang mengenai kemampuannya didalam menghadapi atau mengkontrol suatu situasi disebut self efficasy. Dua komponen dalam self efficacy adalah:
1. Efficacy expectations : kepercayaan bahwa ia bisa melakukannya atau tidak.
2. Outcome expectations : perkiraan individu bahwa suatu outcome tertentu akan muncul dan pengetahuan mengenai apa yang harus dilakukan
Self efficacy sangat berpengaruh dalam tingkah laku seseorang. Segala tingkah laku, bisa tingkah laku dalam bekerja, akademis, rekreasi, sosial dipengaruhi oleh self efficacy. Keyakinan terhadap self-efficacy mempengaruhi tindakan yang dipilih, usaha yang diberikan untuk aktivitas tertentu, kegigihan mengatasi hambatan & kegagalan, dan kemampuan beradaptasi setelah mengalami kegagalan. (A. Bandura, 1982)


Self Regulation
Self regulation adalah kemampuan individu untuk mengatur perilakunya sendiri dengan internal standard dan penilaian untuk dirinya. Konsep ini menjelaskan mengapa manusia bisa mempertahankan perilakunya walaupun tidak adanya rewards yang berasal dari lingkungan eksternal. Konsep ini tidak dapat berjalan tanpa adanya internal standarts seseorang.

Internal standards adalah pemikiran yang berasal dari pengaruh modeling sebelumnya dan juga berbagai reinforcement yang lalu. Dengan adanya pemaknaan terhadap fenomena tertentu yang menurutnya baik atau bernilai, maka nilai-nilai tersebut menjadi patokan nilai internal individu yang bersangkutan. Semakin tinggi internal standard seseorang, semakin besar harapannya untuk mencapai nilai tersebut dan semakin besar pula kemungkinan individu tersebut mengalami gangguan-gangguan. (A. Bandura, 1982)


Belajar Observasional Melalui Model
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modeling (peniruan).

Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning) (Nur, M. 1998), yaitu pertama, pembelajaran yang terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.

Banyak yang secara salah menyamakan belajar observasional dengan belajar melalui imitasi. Belajar observasional mengarah pada perubahan perilaku akibat mengamati model. Hal ini tidak selalu berarti bahwa perilaku yang ditunjukkan orang lain akan diduplikasi. Pengamat bisa saja melakukan sesuatu yang sebaliknya dari yang dilakukan model karena telah mempelajari konsekuensi dari perilaku tersebut pada model. Dalam hal ini adalah belajar untuk tidak melakukan sesuatu dan ini berarti terjadi belajar observasional tanpa adanya imitasi.

Belajar observasional dapat terjadi dalam setiap tahapan kehidupan, terutama terjadi saat anak-anak. Penelitian Bandura mengenai boneka Bobo merupakan demonstrasi dari belajar observasional dan ditunjukkan bahwa anak cenderung terlibat dalam perlakuan yang bengis terhadap boneka setelah melihat orang dewasa di televisi melakukan hal tersebut pada boneka yang sama. Bagaimanapun, anak mungkin akan melakukan peniruan bila perilaku model mendapat penguatan.

Modeling lebih dari sekedar peniruan atau mengulangi perilaku model tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati. Modeling dilakukan melalui empat proses yaitu perhatian, representasi, peniruan tingkah laku, dan motivasi serta penguatan.

Komponen yang mengatur proses belajar obervasional dalam teori pembelajaran sosial (A. Bandura, 1963) :
1. PROSES-PROSES PERHATIAN
Titik mula belajar adalah suatu peristiwa yang dapat diamati, secara langsung atau tak-langsung, oleh seseorang. Perilaku-perilaku yang sesungguhnya dipelajari dari pengamatan terhadap perilaku-perilaku tersebut, sedangkan sikap-sikap, nilai-nilai, pertimbangan-pertimbangan moral, dan persepsi-persepsi realitas sosial, dipelajari melalui modelling abstrak.
Menurut Bandura, perhatian terhadap suatu peristiwa ditentukan oleh karakteristik-karakteristik dari peristiwa tersebut (atau rangsangan pemodelan) dan melalui karakteristik-karakteristik dari si pengamat. Kemampuan seseorang untuk mengolah informasi, yang sampai pada suatu titik tertentu dikaitkan dengan umur dan intelijensi, menentukan bagaimana sebaiknya dia dapat belajar dari pengalaman-pengalaman yang teramati. Himpunan persepsi, yang ditetukan oleh kebutuhan-kebutuhan, moods (suasana hati), nilai-nilai, dan pengalaman-pengalaman sebelumnya, mempengaruhi ciri-ciri yang bagaimana dipelajari dari pengamatan tersebut.
Perhatian juga ditentukan oleh penguatan masa lampau. Jika seseorang sebelumnya telah diperkuat atau diganjar karena memperhatikan suatu peristiwa atau kelas peristiwa-peristiwa, maka dia mungkin akan memperhatikan peristiwa-peristiwa yang serupa di masa depan. Ini menerangkan mengapa pola-pola menonton televisi, kalau sudah terbentuk, sulit untuk dirubah.


2. PROSES-PROSES RETENSI (PENYIMPANAN)
Banyak perilaku yang kita pelajari tidak atau tak bisa dilaksanakan dengan segera setelah pengamatan, karena kekurangan kesempatan atau karena alasan-alasan praktis lainnya. Demikianlah, teori belajar sosial terutama sekali berkenaan dengan delayed modeling – yakni, kinerja peristiwa yang teramati bila modelnya tak ada lagi.
Delayed modeling tak dapat terjadi jika kita tidak ingat perbuatan yang teramati. Retensi perbuatan difasilitasi dengan menggambarkan pola-pola respons dalam bentuk simbolis. Perbuatan tersebut haruslah digambarkan dalam pikiran kita sehingga kita dapat mendapat kembali representasi bila kesempatan untuk melaksanakan perbuatan itu datang.
Menurut Bandura, kita menggambarkan pola-pola respons (perbuatan atau peristiwa yang dimodelkan) dalam dua sistem – imaginal dan verbal. Riset telah menunjukkan bahwa belajar observasional itu paling akurat bila kita pertamakali secara kognitif mengorganisir (menggunakan simbol-simbol imaginal dan verbal) dan secara mental melatih lagi perilaku yang telah dicontohkan.

3. PROSES-PROSES REPRODUKSI MOTORIK
Menurut Bandura, pembuatan perilaku akan melibatkan langkah-langkah berurutan berikut ini: organisasi kognitif respons-respons, inisiasinya, pemantauan, dan penghalusan atas dasar umpan-balik informatif.
Menurut Bandura, seseorang berpikir sebelum dia berbuat. Berpikir disini berarti mengorganisir respons-respons yang telah dipelajari sehingga perilaku yang sesungguhnya dapat dilaksanakan. Organisasi dan inisiasi kognitif dari perilaku bergantung pada ketersediaan keterampilan-keterampilan tertentu pada individu tersebut. Ini meliputi baik keterampilan kognitif maupun keterampilan motorik.
Sangatlah jarang kita sanggup untuk secara akurat mereproduksi perilaku-perilaku pada beberapa upaya pertama. Reproduksi yang akurat lazimnya merupakan produk dari coba-coba (trial and error). Oleh sebab itu, umpan balik menjadi penting karena memungkinkan kita untuk melakukan pembetulan terhadap kekurangan-kekurangan antara perbuatan yang teramati dengan pemodelan kita terhadapnya.

4. PROSES-PROSES MOTIVASI
Kita tidak membuat setiap sesuatu hal yang kita pelajari. kemungkinan bahwa suatu perilaku tertentu akan dilaksanakan tidak bergantung hanya pada kesempatan atau pada proses-proses reproduksi motor. Motivasi untuk melaksanakan perbuatan tersebut juga penting. Motivasi bergantung pada penguatan.
Menurut Bandura, ada tiga jenis penguatan yang dapat memotivasi kita untuk bertindak, yakni:
- penguatan eksternal
Penguatan eksternal adalah ganjaran-ganjaran yang didapat oleh pelaku karena melaksanakan perilaku tersebut. Ganjaran-ganjaran ini “eksternal”, yang berarti bahwa mereka ada diluar pelaku tersebut.
Contoh-contoh tentang ganjaran-ganjaran eksternal biasa adalah persetujuan sosial, uang, hak-hak istimewa, dan penghindaran hukuman.
Pengharapan atau dugaan tentang akibat-akibat karena melaksanakan suatu perbuatan akan mempengaruhi pembuatan-pembuatan keputusan di masa depan.
- penguatan vicarious (seolah mengalami sendiri)
Penguatan vicarious (seolah mengalami sendiri) berakibat bila kita mengamati orang lain yang dikuatkan untuk melaksanakan perilaku-perilaku tertentu. Studi-studi telah memperlihatkan bahwa model-model yang diganjar lebih mungkin akan ditiru ketimbang model-model yang tidak diganjar.
- penguatan diri sendiri
Penguatan diri sendiri juga menentukan pembuatan perilaku-perilaku yang dipelajari. Kita sanggup membangkitkan penguatan-penguatan dalam diri kita sendiri untuk melaksanakan perilaku-perilaku tertentu.


Faktor yang Mempengaruhi Observational Learning
Komponen belajar dapat di bedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Karakteristik Model
Peranan utama model tingkah laku adalah memindahkan informasi kepada pengamat. Sebagai stimulus, model tingkah laku dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
- Model hidup, yang termasuk kategori ini adalah anggota keluarga, handai tolan, teman sekerja dan sebagainya dengan siapa seseorang mempunyai hubungan langsung. dalam kehidupan sehari-hari seseorang memperoleh informasi dari hubungan sosial ini
- Model simbolik, model simbolik adalah gambaran tingkah laku dalam pikiran.dalam kehidupan modern ini media massa merupakan sumber model-model tingkah laku
- Deskripsi verbal, deskripsi verbal adalah model yang bukan berupa tingkah laku, tetapi berujud intruksi-intruksi, misalkan serangkaian instruksi untuk merakit peralatan
b. Karakteristik observer
Berhubungan dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh observer. Hal ini akan menentukan seberapa cepat dan mudah proses belajar itu berlangsung.
c. Konsekuensi dari tingkah laku yang ditiru
Konsekuensi tingkah laku juga merupakan unsur yang penting dalam teori belajar sosial, yang menyangkut tiga macam reinforcement, yaitu :
- Direct reinforcement, yaitu tipe konsekuensi yang menyatakan bahwa suatu peristiwa dapat menguatkan tingkah laku, baik menyenangkan atau tidak menyenangkan.
- Vicarious reinforcement, yaitu konsekuensi yang berkaitan dengan tingkah laku orang lain yang diamati, orang yang diamati diberi atau meningkatnya perilaku orang yang mengamatinya. Vicarious reinforcement, juga berfungsi membangkitkan respons-respons yang bersifat emosional. yang nantinya akan membangkitkan rasa puas, bangga, agung dan sebagainya
- Self-reinforcement, harus diusahakan sendiri oleh seseorang. Tiga unsur dalam self reinforcement, yaitu : standar tingkah laku buatan pribadi, kajian-kajian yang memberikan reinforcement dibawah pengendalian sendiri, dan seseorang sebagai pelaku reinforcement sendiri.


Reciprocal Determinism (Determinisme Timbal Balik)
Dalam menganalisis perilaku seseorang, ada tiga komponen yang harus ditelaah yaitu individu itu sendiri (P: person), lingkungan (E: environment), serta perilaku si inidividu tersebut (B: behavior) (A. Bandura, 1963). Ketiga hal tersebut dikenal dengan istilah Triadic Reciprocal Causation. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama meskipun lingkungannya serupa, namun individu akan bertindak setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti.

Hubungan antara tiga faktor tersebut adalah reciprocal determinism, atau diterminisme timbal balik. Istilah determinisme disini tidak berarti bahwa individu itu ditentukan oleh ‘sebab’ yang sudah ada sebelumnya, tetapi bahwa akibat-akibat yang timbul disebabkan oleh peristiwa yang terjadi.

Hubungan tiga arah antara fakor tersebut menegaskan bahwa proses kognitif dan faktor pribadi lainnya mempengaruhi. Seseorang memperoleh kesan-kesan simbolik dari tingkah laku. Kesan-kesan simbolik yang diperoleh seseorang disimpan dalam bentuk kode, fungsinya adalah memberikan petunjuk dan bimbingan dalam bartingkah laku di waktu waktu yang akan datang.

Kode-kode tingkah laku yang diperoleh dari pengamatan itu adalah kode-kode simbolik yang dinamakan sistem representasional. Sistem ini ada dua macam, yaitu : visual dan verbal. Yang termasuk didalam sistem visual adalah gambar-gambar yang amat jelas dari stimuli fisik yang sudah tidak ada seperti aktifitas -aktifitas, tempat-tempat dan benda-benda. Sedangkan yang termasuk didalam sistem verbal ialah peristiwa-peristiwa (seperti prosedur menyusun kalimat), simbol-simbol bahasa, angka-angka, notasi musik dan sebagainya.




KASUS
Seorang siswa kelas I SMP Taman Siswa di Jalan Garuda, Kemayoran, Jakarta Pusat, di beritakan tewas tergantung di ranjangnya dalam keadaan ditemukan tewas dengan tangan dan kaki terikat serta leher terjerat kain. Peristiwa ini terjadi pada Senin, 14 Desember 2009. Siswa tersebut bernama Muhamad Heri Setyawan dan berusia 12 tahun. Heri adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Abi Mukhlas dan Eti.

Polisi menyatakan Heri tewas karena kecelakaan yang dilakukannya sendiri akibat menirukan aksi Limbad, bintang yang lahir dari acara The Master. Acara ini merupakan ajang kompetisi bagi para pesulap profesional di televisi. Korban yang merupakan warga Jalan Kemayoran Barat III RT 02/06, Kemayoran, Jakarta Pusat, sempat dilarikan ke RSPAD untuk mendapatkan pertolongan, namun akhirnya menghembuskan nafas terakhir di perjalanan. Jenazah korban telah dievakuasi ke RSCM untuk divisum.

Limbad dikenal sebagai ilusionis fakir, yang konon merupakan salah satu aliran magic terkuno. Ia kerap memperagakan adegan-adegan berbahaya dan menantang. Misalnya, menusuk diri dengan benda tajam, dilindas dengan mesin giling, hingga memakan arang panas. Pada acara peringatan ulang tahun RCTI, ia membuat pertunjukan spektakuler dengan tampil terjun dari ketinggian 20 meter tanpa bantuan alat.

Menurut keluarga dan teman-temannya, Heri merupakan pengagum berat Limbad. Anak ini tidak pernah melewatkan penampilan Limbad dan selalu menirukan atraksinya. Heri sering mempertontonkan aksinya meniru Limbad di rumah dan di sekolah, antara lain dengan mengikat anggota tubuhnya dan menusuk tangannya dengan sejumlah jarum.
(berbagai sumber)




ANALISIS KASUS
Menurut Bandura, belajar observasional (belajar dengan cara mengamati) terjadi terutama pada saat anak-anak. Anak-anak sangat mudah terpengaruh dan dapat dibentuk dengan mudah. Karena itulah mereka dengan mudah melakukan peniruan terhadap apa yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari, terutama dari media massa. Dari sekian banyak media massa yang ada, televisi adalah media yang paling mudah dijangkau oleh anak-anak. Televisi datang dengan kelebihan audio-visual, selain itu tidak diperlukan usaha besar dan keterampilan khusus untuk mengakses televisi.

Dalam kasus Heri ini, Heri telah melewati 4 tahap pembelajaran sosial melalui observational learning. Televisi, khususnya melalui program The Master, mampu menarik perhatian Heri. Karena ketertarikan tersebut maka penampilan-penampilan Limbad yang dilihat di TV dapat diingat dengan baik oleh Heri. Berdasarkan apa yang ia lihat di televisi, maka Heri pun belajar untuk melakukan adegan-adegan berbahaya seperti yang dilakukan Limbad. Ia tidak tahu akan besarnya bahaya dari tindakan yang dilakukannya itu. Heri hanya tahu bahwa ia akan mendapat tepuk tangan dan dianggap hebat oleh orang-orang di sekitarnya apabila mampu melakukan atraksi yang dilakukan oleh Limbad, sama seperti Limbad yang dilihatnya di TV. Terlebih lagi orangtuanya pun membiarkan Heri melakukan aksi-aksi berbahaya tersebut. Reaksi teman-teman dan orangtuanya tersebut menjadi motivasi bagi Heri untuk tetap meniru aksi-aksi Limbad.
Teori belajar sosial mengakui bahwa manusia mampu menyadari atau berpikir dan bahwa mereka dapat mengambil manfaat dari pengamatan dan pengalaman. Dengan demikian individu akan dapat memutuskan mana yang perlu ia lakukan. Disini orangtua berperan sebagai model yang bisa ditiru oleh sang anak. Program The Master merupakan program dengan kategori ”BO” atau Bimbingan Orangtua. Kehadiran orangtua sangat diharapkan untuk mendampingi anak selama acara berlangsung dan memberi pengertian dengan baik agar sang anak mengerti bahwa setiap adegan yang dilakukan dalam acara tersebut dilakukan oleh profesional dan melalui perencanaan yang matang. Sistem pemberian hadiah dan hukuman juga dapat diberlakukan agar memberikan pengalaman bagi anak.
Dari kasus Heri, kita dapat melihat bahwa Heri belum memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup akan adegan-adegan berbahaya yang dilakukan Limbad sehingga seharusnya orangtua Heri mampu menjadi model yang dapat memberi penjelasan dengan baik kepada Heri akan bahaya dari adegan-adegan yang dilihatnya di televisi. Bila perlu memberlakukan hukuman apabila Heri tetap mempraktekkan adegan tersebut. Dengan demikian, paling tidak, ke depannya Heri akan memiliki pengalaman bahwa mempraktekkan adegan tersebut akan memberikan dampak negatif untuknya, yaitu dimarahi oleh orangtuanya. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhinya dalam memutuskan apakah ia akan melakukan lagi atraksi berbahaya itu atau tidak.




EVALUASI
Teori ini tampaknya berlaku umum dalam semua langkah pendidikan, sosial, komunikasi, informasi, dan instruksional. Namun karena kondisinya yang umum tadi, yang sulit dilakukan dalam sekolah-sekolah formal, maka metode ini agak sulit diterapkan.
Teori belajar sosial dari Bandura ini hanya menjelaskan tentang proses belajar seseorang. Teori ini tidak menjelaskan bagaimana proses komunikasi interpersonal yang terjadi dalam diri seseorang saat melakukan pembelajaran sosial, seperti pertentangan dalam diri seseorang antara hal yang baru dipelajari dengan situasi budaya lingkungan sekitarnya, atau apabila mendapat pembelajaran dari dua sumber yang berbeda.


(berbagai sumber)

4 komentar:

eva fariha kimya mengatakan...

nice posting.. :)

maria naomi mengatakan...

terima kasih ya..

Fathahillah mengatakan...

ijin ikut ngopi ya teh hehehehe :) kalau buku sumbernya apa ya teh? hehehehe

Unknown mengatakan...

Boleh tau sumber bukunya dari mana ya?
Thank you

Posting Komentar